Sabtu, 19 November 2011

Sepak Terjang Saif Al-Khadafi

Putra Moammar Khadafi, Saif Al-Islam berhasil ditangkap oleh tentara pemerintahan transisi Libya di selatan Libya. Pria berusia 39 tahun ini digadang-gadang sebagai penerus Khadafi sebagai pemimpin Libya.

Sebelum kejatuhan pemerintahan Khadafi pada pertengahan Oktober lalu, Saif Al-Islam dipandang sebagai tokoh reformis dalam rezim yang dipimpin ayahnya. Bahkan Saif merupakan kunci politisi barat dan pengusaha yang berharap pada perubahan di Libya.

Saif yang lahir di Tripoli 25 Juni 1972 merupakan putra sulung dari istri kedua Ghadafi atau kedua dari delapan anak Ghadafi. Pada 1995 Ia meraih gelar sarjana arsitek dan insinyur dari Universitas Al-Fateh. Dan sejak itu, ia populer dengan panggilan Insinyur Saif.

Setelah menjadi arsitek, ia ditugaskan ayahnya untuk menata kota dengan menggambar komplek bangunan yang luas penuh dengan fasilitas, hotel-hotel, masjid serta transportasi. Lima tahun kemudian ia meneruskan sekolah di International Business School, Wina dan mendapat
gelar doktor di London School of Economics, Inggris.

Ia mendirikan sebuah yayasan amal, Gaddafi Foundation for Development, pada 1997 lalu dan menjadi duta kemanusiaan. Melalui yayasannya, ia pun ke pentas internasional. Pada 2000 lalu, Ia berhasil membebaskan sandera di Pilipina oleh pemberontak.

Saif yang lancar berhasa Inggris, Jerman dan sedikit Perancis ini mempunyai banyak hobi, mulai dari memelihara singa, memancing, berkuda hingga mengecat.

Saif Al-Islam tidak memiliki jabatan resmi dalam pemerintahan Libya namun dia diandalkan ayahnya untuk menormalkan hubungan Libya dengan barat yang selama ini terputus. Bahkan pada Agustus 2007 lalu ia mengumumkan akan mereformasi Libya.

"Libya tidak akan menjadi sebuah dinasti atau monarki dan tidak juga akan menjadi negara diktator,"katanya seperti dikutip dari Telegraph.

Namun pada Agustus 2008 Ia mengundurkan diri dari hingar bingar politik Libya. Namun situasi politik Libya yang memanas pada 2011 ini membuat dirinya vokal dan mendukung aksi militer yang dilakukan ayahnya.

Ia bahkan mengecilkan jumlah korban sipil yang jatuh saat perang melawan pemerintahan Libya berlangsung. Bahkan Ia menyatakan bahwa revolusi yang terjadi di Mesir akibat "revolusi Facebook" tidak akan terjadi di Libya.

"Libya bukanlah Mesir dan Tunisia," katanya berapi-api pada Februari lalu. Namun dugaannya meleset, dan Libya jatuh ke tangan masyarakat sipil pada Oktober lalu. Hampir selama satu bulan Ia bersembunyi dan akhirnya ditangkap oleh tentara pemerintahan transisi Libya di kota Obari, selatan Libya. (adi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Blogroll

Twitter Box