Pakar Arsitektur Universitas Diponegoro Semarang, Prof Eko Budihardjo mengatakan, sebanyak 72 dari 74 rumah susun di Indonesia berakhir mangkrak dan ditinggalkan para penghuninya, karena kesalahan perencanaan dan perancangan.
"Masak rumah susun untuk nelayan jauh dari laut," ungkap Prof Eko Budihardjo, yang juga Guru Besar Fakultas Teknik Undip di Balikpapan, Kalimantan Timur, Kamis (24/11).
Contoh lain, katanya, fasilitas umum di rumah susun kerap tak terpelihara atau digunakan dengan semena-mena. Lift misalnya, bisa dijadikan anak-anak sebagai toilet sehingga berbau pesing.
"Di Singapura yang sudah sangat berpengalaman dengan rumah susun, dikembangkan alarm khusus yang mampu mendeteksi urin atau air kencing itu, sehingga bila ada yang buang air di lift, langsung alarm berbunyi dan liftnya terkunci otomatis," kata Prof Eko.
Di Jakarta, menurut dia, banyak rumah susun yang tidak memelihara fasilitas yang dimilikinya dengan baik sehingga membuat penghuni tidak betah, dan akhirnya keluar meninggalkannya.
Menurut dia, tinggal di rumah susun memang sangat berbeda dengan tinggal di rumah biasa yang langsung di atas tanah. Penghuni rumah susun harus biasa dengan lingkungan serba terbatas dan serba dipakai bersama di rumah susun.
Karena itu, katanya, agar tak banyak potensi positif masyarakat hilang karena mengalami perubahan budaya dari tinggal di rumah biasa dengan tinggal di rumah susun, pemerintah harus menyiapkan masyarakat bagaimana cara tinggal dan hidup di rumah susun atau apartemen tersebut.
"Bisa diawali dengan membangun rumah susun setinggi empat atau lima lantai saja sehingga tidak perlu lift," kata pengajar di Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Undip tersebut.
Pendapat Prof Eko dikuatkan Endy Subijono, Ketua Umum Ikatan Arsitek Indonesia (IAI).
Menurut Endy, karena keterbatasan lahan perumahan, tinggal di rumah susun menjadi pilihan yang tidak terelakkan bagi masyarakat Indonesia di masa depan.
"Harga tanah akan semakin mahal sehingga bagi pengembang akan lebih menguntungkan membangun rumah susun ketimbang rumah biasa," kata Endy di sela acara Musyawarah Nasional (Munas) XIII IAI di Hotel Novotel, Balikpapan, Kalimantan Timur.
Di sisi lain, pengembangan rumah susun juga membawa manfaat penghematan lahan. Lahan yang sedianya untuk pemukiman bisa dijadikan hutan kota, atau lahan terbuka hijau, atau pembangunan fasilitas-fasilitas umum lainnya.
"Tentu saja, bila berada di kawasan yang tepat, bisa dibangun fasilitas-fasilitas bisnis yang menguntungkan kota," ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar